rw13sekeloa.com – Indonesia adalah negara yang berbagai ragam. Bukan hanya suku dan agamanya, namun termasuk manusianya. Berbagai ragam tingkatan pendidikannya, status ekonominya, penilaiannya sampai opsi politiknya. Semua itu menjadi satu digabungkan oleh semboyan bangsa kita yakni Bhineka Tunggal Ika. Meskipun berlainan, kita masih tetap satu tujuan. Dalam warga yang mulai berbagai ragam karena ada transmigrasi, kita digabungkan oleh RW atau rukun warga.
Akhir-akhir ini, banyak kedengar di informasi kriminalitas yang membuat gempar warga di Indonesia. Angka pembunuhan dalam keluarga makin banyak terjadi. Ini membuat beberapa orang menjadi khawatir apa tetangga mereka bahkan juga bagian keluarga mereka bisa menjadi teror itu. Kabar terbaru berkenaan kasus pembunuhan dalam keluarga membuat kita bertanya, apa polanya sampai sampai hati lakukan hal itu?
Berdasar kasus yang telah ada [3], pola paling kuat yang mengakibatkan berlangsungnya kasus pembunuhan dalam keluarga ialah persaingan perebutan peninggalan. Hal ini tidak segera dilandasi oleh faktor ekonomi, namun ada yang menjadi penyebab dalam setiap kasus itu. Penyebab yang terjadi bisa diawali dari bercekcok antara bagian keluarga, kekerasan verbal, menjaga diri, sampai audience, sama seperti yang d ikutip dari Luckenbill lewat Rahayu (2020), atau pihak yang ada di sekitar tempat peristiwa yang memberi garam pada cedera atau mungkin tidak berusaha mengatasi.
Dapatkan lebih banyak informasi hanya disitus https://pepeztequila.com/.
Audience yang digolongkan menjadi dua, pasif dan aktif, itu semestinya memberi dana untuk pihak keluarga yang memiliki permasalahan. Audience aktif tidak semestinya tuangkan minyak pada api yang telah ada. Lantas, audience pasif jangan menjadi pemirsa saja, namun memberi perlakuan yang tepat. Mungkin bisa disebut kurang benar menambahi masalah dapur rumah tangga orang, namun, menjadi perantara bisa menjadi salah satu alternative ke pihak luar. Namun, siapakah yang berkuasa menjadi pihak perantara? Sudah pasti Pak RW atau Bu RW yang bisa menolong.
Menurut Permendagri No. 18 Tahun 2018 [1] mengatakan jika RW dan RW menjadi sisi dari LKD atau Lembaga Bungkusyarakatan Dusun yang memiliki pekerjaan satu diantaranya ialah mendayagunakan warga dusun. Ini didorong peranan LKD yang akan disorot dalam artikel berikut ialah memuat dan salurkan inspirasi warga, tumbuhkan keterlibatan bergotong-royong dalam warga, dan tingkatkan kesejahteraan keluarga. Hingga di pasal 7 disebut jika RW dan RW menolong Kepala Dusun saat merealisasikan peranan LKD itu.
Bagaimana triknya? Untuk meraih tujuan itu, RW harus menjadi lokasi yang bisa dipercayai. Maknanya, bila ada penyebab kuat yang bisa menjadi permasalahan pada sebuah keluarga, RW bisa menjadi tempat untuk meluapkan keluh kesah dan memberi anjuran ke pihak yang berkaitan. Lantas, RW jangan memberi penghakiman sepihak ke keluarga yang memiliki permasalahan yang tidak bisa dituntaskan dengan intern dan memerlukan pihak luar. Ke-2 hal itu bisa menolong untuk menekan penyebab yang lain bisa membuat permasalahan itu makin jadi membesar.
Mungkin kita bertanya, Polisi dan Pemerintahan kan cukup? Masa ditanggung saja pada RW? Permasalahan ini menjadi tanggung-jawab bersama-sama. Pemerintahan atau LKD sebagai tempat dari inspirasi warga ingin dengarkan apa yang terjadi, hingga bisa mengatasi agar tidak makin kronis. Dari inspirasi masyarakat, Pemerintahan bisa membuat suatu ketentuan dan membuat program yang bisa menolong. Contohnya, Pemerintahan bisa memberi sarana service konseling di setiap kecamatan yang ada tiap hari. Bukan hanya sarana saja, namun disokong orang yang ahli pada sektor itu untuk memberi service konseling bila tidak bisa dibahas dengan kekerabatan.
Hal ini bisa menjadi tempat untuk warga untuk melepas stigma jika mereka yang ke service konseling memiliki “permasalahan dengan jiwanya”. Untuk memberikan dukungan cara barusan, Polisi dan Pemasyarakatan bisa menolong keringanan untuk aktor untuk mendapatkan akses service konseling. Bukan hanya beberapa pihak yang memiliki kedudukan, namun warga atau tetangga sekitaran.
Telah seharusnya tidak menjadikan permasalahan yang tidak bisa dituntaskan pada sebuah keluarga sebagai bahan “isu”. , tidak memberi bumbu-bumbu lain saat RW memberi peranan sebagai perantara. Buka ‘pintu rumah’ saat sebuah keluarga sedang menghangat. Umum terjadi saat sedang memerlukan kontribusi, namun lainnya menjadi apatis. Membuka pintu bisa menjadi langkah pertama untuk menuntaskan permasalahan saat sebelum menjadi makin sulit.
Saat semua pihak sama-sama pundak membahu saat jaga ketertiban dan keamanan antara anggota warga, karena itu perdamaian terwujud. Sesuai SDG nomor 16 point 16.a, bentuk bergotong-royong ini bisa kurangi semua bentuk kekerasan hingga tingkat rasio angka kematian bisa didesak khususnya di lingkungan rukun warga. Hingga realisasi keluarga yang sejahtera dan damai bisa terwujud.
RW berperanan aktif sebagai tempat perantaraan agar permasalahan dalam intern keluarga yang tidak bisa dituntaskan dengan intern tertolong. Ini memerlukan persyaratan yang tidak mudah yakni menjadi lokasi yang bisa dipercayai dan tidak mengadili. Peranan ini disokong oleh Pemerintahan yang memberi service konseling dengan ahli yang menolong perantaraan hingga tidak membuat permasalahan yang terdapat makin bertambah besar. Bila persoalan ini telah capai lajur hukum, karena itu peranan Polisi dan Lembaga Pemasyarakatan dengan memberi sarana konseling menjadi peranan penting agar aktor tidak merasakan terbeban dari segi hukum tetapi ditolong dari segi psikisnya. Paling akhir, sebagai tetangga beri kontribusi ketika yang pas dan tidak memberi bumbu yang lain bisa memperkeruhkan situasi.